Selasa, 28 September 2010

KISAH GARAM DAN TELAGA

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan tampak seperti orang yang tidak bahagia.
Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu bke dalam gelas, lalu diaduk perlahan. “ coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya ?” ujar pak tua itu.
“ asin. Asin sekali ” jawab sang tamu sambil meludah kesamping
Pak tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliu lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampainya di telaga, pak tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.
“ coba ambil air dari telaga ini dan minumlah “
Saat pemuda itu selesai mereguk air, beliau bertanya, “ Bagaimana rasanya?”
“ segar “ sahut sang pemuda.
“ apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?” tanya beliau lagi.
“ tidak “ jawab sang pemuda.
Dengan lembut Pak tua menepuk-nepuk punggung si anak muda.
“ anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan, lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Beliau melanjutkan nasehatnya. “ hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mempu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua tergantung pada hati kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar